Oleh : Muqorobin (Mahasiswa Program Doktoral Universitas Negeri Jakarta dan Kepala SMA Avicenna Jagakarsa)
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali ditemukan ungkapan “ikan busuk berawal dari kepalanya, bukan dari badan ataupun buntutnya”. Artinya, baik atau buruknya suatu organisasi, lembaga, masyarakat dan negara akan berasal dari pemimpinnya.
Ungkapan ini memiliki makna mendalam yang mencerminkan betapa besar eksistensi peran seorang pemimpin serta kematangan diri dalam menentukan arah keberhasilan suatu komunitas yang dipimpinnya.
Selarah dengan hal itu, Stephen R. Covey, seorang ahli manajemen dan kepemimpinan, menyatakan peran kepemimpinan sangat penting dalam menginspirasi, membimbing, dan memfasilitasi individu atau tim untuk mencapai tujuan bersama. Dalam bukunya “The 7 Habits of Highly Effective People”, Covey menekankan pemimpin sebagai kompas (Principle-Centered Leadership). Covey juga percaya bahwa kepemimpinan harus berakar pada prinsip-prinsip universal seperti integritas, kejujuran, dan keadilan.
Karena itu, kematangan diri seorang pemimpin menjadi suatu keniscayaan. Bukan sebaliknya, justru pemimpinan yang memiliki sifat kekanak-kakanakan, di mana orientasinya sekadar mengejar simbol status dan kehormatan.
Sikap dan perilakunya cenderung impulsif, reaktif, emosional, egois, tidak mampu memahami akar setiap permasalahan, kurang serius dalam mengemban amanah kepemimpinan, tidak mampu menerima tanggung jawab secara totalitas dan cenderung resisten terhadap kritik secara konstruktif.
Dampak Buruk Pemimpin Kekanak-kanakan
Pada kondisi seperti itu, tidak jarang sifat dan perilaku pemimpin kekanak-kanakan membawa dampak negatif bagi diri sendiri dan orang yang dipimpinnya. Setidaknya, seorang yang memiliki sifat kepemimpinan kekanak-kanakan tidak mampu menjalankan peran dan amanah dengan baik, hilangnya kepercayaan, kekacauan dalam pengambilan keputusan dan pudarnya visi kepemimpinan, sehingga ia kurang dipercaya orang lain yang dipimpinnya.
Begitu juga dengan perilaku organisasi yang akan muncul, cenderung lebih pada kondisi ketakutan, kepatuhan semu dan kepalsuan ketimbang sikap totalitas yang penuh respek. Sifat dan perilaku kepemimpinan itulah yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya kehancuran dalam setiap dimensi kehidupan. Rasulullah SAW bersabda “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari).
Terkait dengan bahaya dan buruknya perilaku pemimpin kekanak-kanakan, Rasulullah SAW memberikan peringatan dan memerintahkan kepada umatnya agar berdoa memohon perlindungan kepada Allah SWT dari pemimpin kekanak-kanakan melalui salah satu hadist shahih berikut ini.Rasulullah SAW pun berdoa kepada Allah SWT
“Ya Allah, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari pemimpin yang kekanak-kanakan dan dari pemimpin yang bodoh.” (HR. Bukhari).
Selain hadist tersebut, pada sisi lain Rasulullah SAW bersabda “Aku khawatir atas kalian enam perkara: imarah sufaha (orang-orang yang bodoh menjadi pemimpin), menumpahkan darah, jual beli hukum, memutuskan silaturahim, anak-anak muda yang menjadikan Al Quran sebagai seruling-seruling, dan banyaknya algojo (yang zalim)” (HR. ath Thabrani).
Hikmah yang dapat kita petik dari hadist tersebut adalah bahwa pemimpin kekanak-kanakan dapat diasosiasikan sebagai pemimpin yang memiliki perilaku dan sifat seperti anak-anak walaupun suai sudah cukup tua.
Sikap kekanak-kanakan berupa ketidakmatangan kepribadian, kurang pertimbangan dan jauh dari kebajikan dalam menjalankan peran kepemimpinannya. Selain itu, makna pada hadist di atas juga menyiratkan pesan moral secara tegas agar kita berhati-hati dalam menentukan seseorang menjadi pemimpin dan jika berperan sebagai pemimpin hendaknya memiliki kematangan dalam kepribadian.
Dalam kondisi apa-apapun, sangat mungkin seseorang yang tidak memiliki kapasitas sebagai pemimpin dan miskin ilmu dapat menjadi pemimpin suatu masyarakat. Ia tidak mampu mengambil kebijakan sendiri secara matang dan membawa maslahat bagi umat, ceroboh dalam bertindak, tetapi mengelak dari tanggung-jawab atas berbagai keputusannya yang salah. Inilah bentuk sifat kekanak-kanakan dan kebodohan yang menyatu menjadi satu pada diri seorang pemimpin.
Islam Ajarkan Terhindar dari Pemimpin Kekanak-kanakan
Islam sebagai agama yang progresif mengajarkan kepada umatnya, agar seorang pemimpin terhindar dari sifat dan perilaku kekanak-kanakan diperintahkan untuk selalu merefleksikan diri dan menginternalkan spirit keimanan bahwa setiap diri pemimpin kelak akan memiliki implikasi pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian pimpin. Seorang pemimpin (imam) adalah pemimpin atas rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya…” (HR. Bukhari-Muslim).
Terakhir, bagi seorang pemimpin yang memiliki keimanan akan senantiasa menunjukkan kecerdasannya dengan melakukan evaluasi diri secara berkesinambungan. Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang cerdas adalah orang yang menghisab (mengoreksi) dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati, sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi).
Hadist ini menegaskan pentingnya muhasabah atau refleksi diri sebagai bagian dari sifat seorang pemimpin yang bijaksana. Dalam konteks.Dengan introspeksi dan refleksi diri serta memperkuat upaya pengembngan diri (sharpen the saw) pemimpin dapat menyadari kekurangan dan memperbaiki langkahnya serta terhindar dari sifat kekanak-kanakan dalam peran kepemimpinannya. Wallahu a’lam bisshawab.
Komentar